Rabu, 05 Januari 2011

Hubungan Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi


Hubungan Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi
Pemahaman yang berbeda terhadap perubahan penduduk serta faktor-faktor yang terkait dengannya memiliki pengaruh yang berbeda juga kepada kebijakan pemerintah yang berlaku. Berdasarkan sejarah kependudukan, terdapat dua pandangan terhadap perubahan penduduk ini. Pandangan pertama menyatakan pembangunan mempunyai pengaruh terhadap perubahan penduduk, artinya penduduk berfungsi sebagai dependent variabel. Pandangan kedua menyatakan kondisi kependudukan akan mempengaruhi pembangunan yang dilaksanakan.
1. Teori Pre Malthusian
Pada masa sebelum Malthus hanya adalah satu pandangan mengenai penduduk, yaitu bahwa reproduksi dipandang sebagai suatu usaha untuk mengganti penduduk yang meninggal karena tingkat kematian yang tinggi. Meskipun demikian, aplikasi dari pandangan tersebut mengandung berbagai perberbedaan antar tempat dan waktu.
Diantara perbedaan tersebut diberikan sebagai berikut:
  • 500 SM (pada zaman Cina Kuno) dipelopori oleh Confusius (Seorang pemikir Cina), berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dapat menurunkan nilai output pertenaga kerja, menurunkan tingkat kehidupan masyarakat dan menimbulkan perselisihan. Mereka juga mengemukakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk mempertahankan hubungan yang ideal rasio antara manusia dengan luas lahan (man-land ratio). Alternatif untuk melakukan hal tersebut adalah dengan memindahkan penduduk dari daerah yang kelebihan penduduk (overpopulated) ke daerah yang kurang penduduk (underpopulated areas).
  • 300 SM Plato dalam “The Laws” menekankan bahwa kestabilan penduduk (dalam konteks rasio manusia dan lahan) merupakan faktor yang penting untuk mencapai kesempurnaan manusia. Jadi, Plato merupakan pemikir yang paling awal yang mengemukakan doktrin bahwa kualitas manusia lebih penting daripada kuantitasnya. Optimalisasi ratio manusia dan lahan ini juga dikemukakan oleh Aristoteles pada periode yang sama.
  • 50 SM Kekaisaran Romawi pada masa Kaisar Julius dan Agustus, menganut paham pronatalis. Kaisar berpandangan bahwa pertumbuhan penduduk merupakan hal perlu untuk mengganti korban perang dan juga untuk menjamin jumlah penduduk yang cukup untuk menjajah daerah jajahan.
  • 354 – 430 M Setelah kekaisaran Romawi jatuh, pandangan yang dianut adalah antinatali. Augustine percaya bahwa keperawanan merupakan keberadaan manusia yang paling tinggi. Kepercayaan semacam ini mengakibatkan orang menunda atau bahkan tidak melakukan sama sekali hubungan kelamin. Akibatnya adalah fertilitas turun.


  • Abad 17 Ditandai dengan munculnya Mercantilisme. Pertumbuhan penduduk dipandang sebagai hal yang penting untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Sebagaimana yang dikemukakan penulis seperti Süssmilch di Jerman, kemakmuran negara sama dengan produksi total dikurang dengan upah yang diterima pekerja. Karena tingkat upah cenderung turun sebagai akibat meningkatnya angkatan kerja, maka negara-negara dengan pertumbuhan penduduk tinggi akan mendapatkan keuntungan.
  • Abad 18 Doktrin pronatalis dari Mercantilis ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, pertumbuhan penduduk yang tinggi ternyata tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi malah meningkatkan kemiskinan. Kritik terhadap pandangan Mercantilis ini muncul dari aliran physiocratic, yang berpendapat bahwa bukan penduduk, tetapi tanahlah yang menjadi bagian terpenting dari kekayaan suatu negara. Salah satu tokoh terkenal yang menganut paham ini adalah Adam Smith. Dia berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan yang harmonis dan alami antara pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa jumlah penduduk dipengaruhi oleh permintaan terhadap tenaga kerja (demand for labor) dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh produktivitas lahan.
Tokoh lainnya adalah William Godwin. Ide Godwin sangat dipengaruhi oleh tulisan Marquis de Condorcet. Dia percaya bahwa suplai makanan dapat meningkat dengan drastis melalui kemajuan teknologi. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa hal tersebut tidak mendorong terjadinya overpopulation, sebab penduduk akan membatasi kelahiran penduduk. Kemiskinan, menurut Godwin, bukan karena overpopulasi tetapi karena institusi sosial yang tidak merata.
Teori Malthus
Teori Malthus diturunkan dari tulisan-tulisan Thomas Robert Malthus. Bukunya yang pertama adalah “Essay on the Principle of Population as it affects the future improvement of society; With remarks on the speculations of Mr.Godwin, M.Condorcet, and other writer” yang dipublikasikan tahun 1798. Pada tahun 1803 buku tersebut direvisi dengan judul “An Essay on the Principle of Population; or a view of its past and present effects on human happiness; with an inquiry into our prospects respecting the future removal of mitigation of the evils which it occasions”.
Dari bukunya yang pertama jelas bahwa ide dari teori ini diilhami oleh dua tokoh pendahulunya yaitu William Goldwin dan Marquis de Condorcet. Meskipun demikian, Malthus merupakan orang pertama yang secara sistematis menggambarkan hubungan antara penyebab dan akibat-akibat pertumbuhan penduduk. Hal ini yang menyebabkan teorinya sangat terkenal.
Model Dasar – Teori Jebakan Kependudukan Malthus
Dalam model dasarnya, Malthus menggambarkan suatu konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang (dimishing returns). Malthus menyatakan bahwa umumnya penduduk suatu negara mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun, kecuali bila terjadi bahaya kelaparan. Pada saat yang sama, karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap (tanah dan sumberdaya alam) maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Dalam kenyataannya, karena setiap anggota masyarakat hanya memiliki tanah yang sedikit, maka kontribusi marginal atau produksi pangan akan semakin menurun.
Oleh karena pertumbuhan pangan tidak dapat berpacu dengan pesatnya pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita (dalam masyarakat agraris, pendapatan perkapita diartikan sebagai produksi pangan perkapita) akan mempunyai tendensi turun sedemikian rendahnya sehingga mencapai sedikit di atas tingkat subsisten (kemiskinan absolut).
Para ahli ekonomi modern memberikan istilah bagi gagasan Malthus mengenai penduduk yang terpaksa hidup pada tingkat pendapatan subsisten ini dengan istilah “jebakan kependudukan dengan tingkat ekuilibrium yang rendah” (low level-equilibrium population trap) atau singkatnya “jebakan kependudukan Malthus” (Malthusian population trap).
Dalam bentuk diagram, model dasar tersebut diberikan sebagai berikut:
Gambar: “Jebakan Kependudukan” Malthus

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnyoy63tUrJhuTDkiwBYdBDK4cAI9vDJKQBdqpsTjsNQ4G3gBWyEK-eqCF_ArQuDNinyHVW6naqbyEwbKy8OPHTgV7yqTE1J3lfmbcbWk-GfnkCgsHAdQKyrQmGFrnppCBcPPahvHEmQ8/s400/duduk1.jpg
Sumbu vertikal mewakili pertumbuhan (dalam persen) untuk variabel penduduk (P) dan pendapatan (Y), sedangkan sumbu horisontal mewakili pendapatan perkapita (Y/P).
Kurva P yang menggambarkan hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pendapatan perkapita. Pada pendapatan perkapita yang sangat rendah (Y0), tingkat perubahan jumlah penduduk adalah nol, yang berarti tingkat pertumbuhan penduduk dalam keadaan stabil. Y0 dapat mewakili konsep mengenai “kemiskinan absolut” Angka kelahiran dan kematian berimbang dan penduduk bertahan pada tingkat absolutnya. Situasi ini mirip dengan Tahap I dari teori transisi demografi. Pada tingkat pendapatan perkapita di atas Y0 (bergerak ke sebelah kanan Y0), jumlah penduduk akan mulai meningkat yang disebabkan menurunnya angka kematian. Meningkatnya pendapatan akan mengurangi bahaya kelaparan dan penyakit sehingga menurunkan angka kematian. Namun, angka kelahiran masih tetap bertahan tinggi, yang memberikan dorongan bagi pertumbuhan jumlah penduduk (Tahap II)
Pada tingkat pendapatan perkapita sebesar Y2, laju pertumbuhan penduduk mencapai laju pertumbuhan maksimumnya yang diperkirakan sekitar 3,3 %. Diasumsikan laju pertumbuhan penduduk tersebut akan tetap bertahan sampai terjadi perubahan pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Selanjutnya, meningkatnya pendapatan perkapita ke tingkat yang lebih tinggi. Sesudah itu (di sebelah kanan dari Y5), sejalan dengan Tahap III dari teori transisi demografi, angka kelahiran akan mulai menurun dan kurva pertumbuhan penduduk kemiringannya menjadi negatif dan kembali mendekati sumbu horisontal.

Teori Malthus juga menjelaskan hubungan antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan tingkat pendapatan perkapita. Dengan membandingkan tingkat pendapatan agregat dengan jumlah penduduk, terlihat bahwa saat pendapatan agregat naik lebih cepat dari jumlah penduduk, pendapatan perkapita juga akan naik. Sebaliknya, jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari pendapatan total, maka pendapatan perkapita akan turun.
Pada gambar terlihat bahwa pada awalnya pertumbuhan pendapatan nasional (agregat) mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat pendapatan perkapita, dimana semakin tinggi pendapatan perkapita maka tingkat kenaikan pendapatan agregat juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan negara-negara yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi juga sehingga lebih banyak investasi dapat dilakukan. Tingkat investasi yang tinggi akan mendorong tercapainya pertumbuhan pendapatan agregat yang lebih tinggi pula. Akan tetapi setelah melewati tingkat pendapatan perkapita tertentu (Y3), kurva pertumbuhan pendapatan akan mencapai titik maksimum, dan kemudian mulai menurun. Ini adalah titik pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return) dalam model Malthus yang terjadi ketika investasi dan tenaga kerja terus bertambah, disisi lain sumberdaya alam dan tanah relatif tetap. Oleh karenanya, kurva pertumbuhan pendapatan agregat secara konseptual dapat disamakan dengan kurva produk total dalam teori produksi.
Kurva pertumbuhan penduduk dan pendapatan digambarkan sedemikian rupa sehingga melewati 3 titik: A, B dan C. Titik A merupakan suatu titik dengan tingkat pendapatan yang rendah (y1) yang disertai oleh adanya ekuilibrium dalam pertumbuhan penduduk (low level-equilibrium trap). Titik A merupakan titik ekuilibrium yang stabil karena walaupun ada gerakan, baik ke sebelah kanan maupun ke sebelah kiri titik A, tingkat pendapatan perkapita akan kembali ke y1. Misalnya, jika pendapatan perkapita naik dari y1 ke y2, tingkat pertambahan penduduk akan melebihi laju pertumbuhan pendapatan agregat (kurva P secara vertikal lebih tinggi dari kurva Y). Jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dari pendapatan, maka pendapatan perkapita pasti menurun, yang ditunjukkan oleh arah panah ke jurusan titik A. Pendapatan perkapita akan turun kembali ke tingkat y1, untuk semua titik antara y1 dan y2. Demikian pula, untuk daerah sebelah kiri titik A dimana pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dari penduduk menyebabkan pendapatan perkapita ekuilibrium akan naik ke tingkat pendapatan y1.
Titik B merupakan titik ekuilibrium yang “tidak stabil”. Jika pendapatan perkapita melonjak cepat dari y1 ke y2 (misalnya karena adanya program investasi dan industri besar-besaran), maka pertumbuhan penduduk akan terus berlangsung sampai titik ekuilibrium stabil yang lain (yaitu C). Titik C ini merupakan titik ekuilibrium yang stabil dengan pendapatan perkapita sebesar y4. Demikian juga, jika terjadi penurunan pendapatan perkapita (terjadi gerakan ke sebelah kiri titik B), maka pendapatan perkapita akan terus turun sampai titik A dicapai.
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi (Perdebatan Ideologi)
Berbagai teori yang diungkapkan terdahulu telah menjadi inspirasi dari berbagai pandangan mengenai kaitan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi.
Secara umum terdapat tiga kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda, yaitu:
1. Kaum Nasionalis. Mereka beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk akan menstimuli pembangunan ekonomi. Ide dasarnya adalah dengan penduduk yang banyak akan berakibat pada produktifitas yang tinggi dan kekuasaan yang tinggi pula.
Inspirasi pendapat ini didasarkan juga atas pengalaman negara-negara Eropa pada zaman revolusi industri. Pada saat itu kenaikan produksi pertanian selalu diikuti oleh pertumbuhan penduduk. Argumentasinya adalah bahwa dengan penduduk yang banyak akan menyebabkan mereka untuk membuka lahan pertanian yang baru, membangun irigasi, membuat pupuk dan inovasi-inovasi yang lain yang berkaitan dengan revolusi pertanian. Akibatnya produksi pertanian akan naik dengan cepat.
Pendapat ini bergaung kembali pada dasawarsa 70-an. Pelopornya adalah Julian L. Simon. Dalam bukunya “The Economi of Population Growth”, Simon (1977) berpendapat bahwa pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat dibagi menjadi dua. Pertama, pertumbuhan penduduk dalam jangka pendek memang berpengaruh negatif. Kedua, dalam jangka panjang justru pertumbuhan penduduk mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembangunan ekonomi. Argumen ini berdasarkan studinya terhadap beberapa negara di dunia.
2. Kelompok Marxist. Kelompok ini percaya bahwa tidak ada kaitan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Mereka berpendapat bahwa semua masalah yang berhubungan dengan kurangnya pembangunan ekonomi, seperti kemiskinan, kelaparan, dan masalah sosial lainnya, bukan karena pertumbuhan penduduk, tetapi semata-mata sebagai hasil dari ketidakbenaran dari institusi sosial maupun ekonomi di daerah yang bersangkutan.
Menurut Marx, pemerintah di negara kapitalis akan mempertahankan pertumbuhan penduduk agar upah tetap rendah. Tetapi di dalam pemerintahan sosialis, hal tersebut tidak akan terjadi. Jadi, dalam hal ini letak persoalannya adalah apakah suatu negara itu kapitalis atau sosialis.
Tetapi pengalaman di Kuba setelah revolusi menunjukkan bahwa justru yang terjadi adalah apa yang diungkapkan oleh Malthus. Pada saat itu tingkat kematian kasar melonjak tinggi, usia kawin cenderung turun dan pelarangan terhadao keluarga berencana. Jelas hal-hal tersebut merupakan “Malthusian response”
3. Kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini sejak awal menentang Marxist. Pada prinsipnya mereka mengikuti teori Malthus, dengan ide bahwa pertumbuhan penduduk apabila tidak dikontrol akan menghilangkan hasil-hasil yang diperoleh dari pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan gagalnya pembangunan.
Sumber Bacaan:
Todaro M.P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta. Penerbit Erlangga
Weeks.J.R.1986. Population. California. Wadsworth Publishing Company

Pages

Gunadarma

About

Followers